SALINITAS
SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK
I.
TUJUAN
1. Mengetahui
dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman
2. Mengetahui
tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Kata ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oskos
yang berarti rumah atau tempat untuk hidup dan logos yang berarti ilmu. Secara
umum, ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara
organisme dan lingkungannya. Ekologi memuat tiga unsur penting, yaitu materi,
energi, dan informasi. Lingkungan suatu organisme dapat bersifat biotic dan
abiotik. Salah satu prinsip utama ekosistem adalah adanya faktor pembatas. Pada
lingkungan abiotik, salah satu pembatasnya adalah salinitas (Daubenmire,1982).
Salah satu pembatas dalam ekosistem adalah
salinitas. Apabila salinitas dalam suatu tempat terlalu tinggi, maka tanaman
yang hidup di daerah tersebut mengalami gangguan pertumbuhan. Apabila salinitas
suatu tempat terlalu rendah, hal ini pun akan menjadi hambatan bagi tanaman
untuk tumbuh. Hasil analisis pertumbuhan tanaman padi gogo menunjukkan bahwa
konsentrasi garam mempengaruhi luas permukaan daun dan bobot kering tanaman
yang dihasilkan. Pemberian garam dengan ukuran yang sesuai cemderung akan
menambah luas permukaan daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan. Secara
nyata dibandingkan bila kekurangan atau kelebihan (Kurniasih et. al., 2002).
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang
tersebar luas di bumi dan evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada
sejumlah spesies yang menunjukkan mekanisme adaptasi special untuk tumbuh pada
lingkunga salin. Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitas garam relatif.
Pada kenyataannya hampir semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent
pada kondisi salin di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa
famili yang dapat hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah
salin dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi
garam pada kandungan tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air, drainase,
penguapan dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi
juga oleh Na2CO3, NaHCO3 dan Na2SO4
dan hubungan dari garam-garam tersebut dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi
lain seperti K+, Ca2+ dan Mg2+ adalah penting
dan ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda ( Staples and Gary, 1984).
Ada perbedaan paling mencolok dalam kesensitifan
spesies tumbuhan untuk salinitas. Species yang tumbuh di lingkungan garam akan
bertemu dengan tekanan osmotik tinggi di dalam tanah dan banyak hubungan dengan
permukaanya. Fisiologi toleransi garam dalam tanaman mengalami peningkatan
karena adanya timbunan garam di lapisan teratas dari tanah irigasi (Osmand,1987).
Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat
jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air
murni dalam volume yang sama. Rasio ini dihitung berdasarkan kondisi suhu 15°
C. Pengukuran salinitas dalam kehidupan sehari-hari biasanya menggunakan
hydrometer, yang telah dikalibrasikan untuk digunakan pada suhu kamar (Irianto
dan Machbub, 2004).
Faktor-faktor yang menyebabkan kadar garam
tinggi, antara lain (Arkin, 1981) :
1.
Tingkat pertumbuhan tanaman
2.
Jenis dan banyak akar
3.
Nutrisi
4.
Pengaruh irigasi
5.
Gas sekitar, seperti temperature atmosfer dan
polusi udara.
Tanah salin merupakan tanah yang
mengganggu pertumbuhan tanaman. Larutan garam pada tanah tersusun dari ion Na2+,
Ca2+, Mg2+, Cl-, CO42-,
dan CO3-. Ion dari kadar garam yang tinggi meracuni
mekanisme metabolit dan dapat mengganggu serapan berbagai unsure hara essensial
dan metabolisme. Ion-ion tersebut dapat
meracuni tanaman melalui berbagai cara, antara lain : (1) dapat menjadi anti
metabolit, (2) mengendapkan atau mengikat berbagai metabolit, (3) mempercepat
dekomposisi, (4) merusak sel sehingga permeabilitasnya terganggu, (5) berada
pada tempat-tempat unsur essensial tetapi tidak menggantikan peranannya (Keany
and John, 1985).
Kekeringan dan salinitas merupakan faktor
utama yang dapat mengurangi produktivitas tanaman. Salinitas menghalangi
perkecambahan, mengurangi hasil panen. Tumbuhan yang tumbuh pada daerah dengan
tingkat salinitas yang tinggi memiliki komposisi ion dengan konsentrasi yang
berbeda-beda. Perbedaan konsentrassi disebabkan oleh sumber air, drainase,
evaporasi, transpirasi, serta kemampuan pengendapan (Jamil, 2006). Salinitas
mempengaruhi unsur gizi tanaman mineral yang menyebabkan ketidakseimbangan gizi
pada elemen yang tersedia dan penyerapa kompetitif dan translokasi unsur atau
distribusi. Hal ini dapat menghentikan aktivitas fisiologis atau meningkatkan
kebutuhan tanaman internal elemen (Khorsidi, 2009). Secara umum, tingkat
salinitas tanah yang tinggi memiliki efek ganda pada pertumbuhan yaitu,
mengurangi potensial air pada jaringan karena meningkatkan potensial osmotik
pada media perakaran, dan member efek racun secara langsung karena tingginya
konsentrasi ion Na dan Cl yang terakumulasi dalam jaringan tanaman. Akibat
jangka pendeknya pertumbuhan tajuk terganggu sebagai akibat dari respon akar
karena kekurangan air, sedangkan jangka panjangnya tanaman akan mengalami
reduksi daun sehingga proses fotosintesis terganggu dan pertumbuhan tanaman
terhambat (Shamin and Akae, 2009).
III. METODOLOGI
Acara praktikum Salinitas
Sebagai Faktor Pembatas Abiotik dilakukan di Laboratorium Ekologi Tanaman,
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta pada hari Kamis, 20 Maret 2014 jam 13.30 WIB. Bahan-bahan yang
digunakan yaitu benih padi ( Oryza sativa ), benih ketimun ( Cucumis
sativus) dan benih kacang tunggak (Vigna unguiculata), polybag, NaCl teknis, pupuk kandang dan kertas
label. Alat-alat yang digunakan yaitu timbanagn analitik, gelas ukur,
Erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanaman dan penggaris.
Adapun cara kerja yang
digunakan dalam praktikum, pertama disiapkan polibag yang diisi tanah sebanyak
9 polibag. Apabila ada kerikil, sisa-sisa akar tanaman lain dan kotoran harus
dihilangkan agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dipilih biji yang sehat
dari jenis tanaman yang akan diperlakukan. Selanjutnya 5 biji tersebut ditanam
ke dalam masing-masing polibag. Untuk satu minggu pertama, benih dikecambahkan
terlebih dahulu dan disiram dengan air biasa. Setelah berumur 1 minggu, bibit
dijarangkan menjadi 2 tanaman setiap polibag dengan rata-rata tinggi tanaman
hampir sama. Kemudian bibit disiram dengan larutan NaCl sesuai dengan perlakuan
(0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm). Untuk perlakuan 0 ppm, bibit disiram dengan
air biasa. Penyiraman dilakukan sebanyak 7 kali dengan selang waktu dua hari
sekali, hingga tanaman berumur 21 hari. Selang hari diantara penyiraman larutan
garam, tanaman tetap disiram menggunakan air biasa dengan volume yang sama.
Dari setiap perlakuan dilakukan pengamatan mengenai tinggi tanaman dan jumlah
daun. Setelah tanaman berumur 21 hari, tanaman dipanen dan diamati panjang
akar, berat segar, dan berat kering tanaman. Pada akhir percobaan, seluruh data
yang diperoleh dihitung reratanya (tiga ulangan pada tiap perlakuan),
selanjutnya gambar grafik tinggi tanaman pada masing-masing konsentrasi garam
vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, grafik jumlah daun pada
masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman,
histogram rerata panjang akar pada masing-masing
konsentrasi garam tiap komoditas, serta histogram berat segar dan berat kering
pada masing-masing konsentrasi garam tiap komoditas.
IV. HASIL PENGAMATAN
Data Tinggi
tanaman
Tabel 1. Tinggi Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi
|
|||||||
Perlakuan
|
Tinggi Tanaman Hari Ke- (cm)
|
||||||
9
|
11
|
13
|
15
|
17
|
19
|
21
|
|
0 ppm
|
10.22
|
15.22
|
17.64
|
20.98
|
22.46
|
24.43
|
26.02
|
2500 ppm
|
12.03
|
16.99
|
20.53
|
22.42
|
23.78
|
24.34
|
25.49
|
5000 ppm
|
10.56
|
15.4
|
18.18
|
19.83
|
22.64
|
23.91
|
24.73
|
Tabel 2. Tinggi
Tanaman Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)
Kacang Tunggak
|
|||||||
Perlakuan
|
Tinggi Tanaman Hari Ke- (cm)
|
||||||
9
|
11
|
13
|
15
|
17
|
19
|
21
|
|
0 ppm
|
15.28
|
17.09
|
19.06
|
21.7
|
23.43
|
24.82
|
26.05
|
2500 ppm
|
14.38
|
17.08
|
19.18
|
22.56
|
24.3
|
25.56
|
27.12
|
5000 ppm
|
16.04
|
18.61
|
19.71
|
22.06
|
23.88
|
25.18
|
26.51
|
Tabel 3. Tinggi
Tanaman Timun (Cucumis sativus)
Perlakuan
|
Tinggi Mentimun pada Hari Ke- (cm)
|
||||||
9
|
11
|
13
|
15
|
17
|
19
|
21
|
|
0 ppm
|
9.96
|
11.23
|
12.63
|
15.46
|
18.05
|
19.68
|
21.62
|
2500 ppm
|
9.63
|
11.14
|
12.69
|
15.9
|
17.88
|
19.68
|
21.58
|
5000 ppm
|
9.28
|
12.19
|
13.82
|
15.86
|
17
|
19.47
|
20.83
|
Data Jumlah Daun
Table 4. Jumlah
Daun Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi
|
|||||||
Perlakuan
|
Jumlah Daun pada Hari Ke-
|
||||||
9
|
11
|
13
|
15
|
17
|
19
|
21
|
|
0 ppm
|
1.7
|
2.3
|
2.8
|
2.9
|
3.1
|
3.3
|
3.6
|
2500 ppm
|
1.8
|
2.2
|
2.7
|
2.8
|
3
|
3.5
|
3.5
|
5000 ppm
|
1.8
|
2.2
|
2.3
|
3
|
3
|
3.3
|
3.4
|
Tabel 5. Jumlah
Daun Tanaman Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata)
Perlakuan
|
Jumlah Daun pada Hari Ke-
|
||||||
9
|
11
|
13
|
15
|
17
|
19
|
21
|
|
0
ppm
|
2.42
|
3.75
|
4.75
|
5.58
|
6.25
|
7.2
|
7.28
|
2500
ppm
|
2.33
|
3.58
|
4.5
|
5.83
|
6.42
|
7.17
|
7.5
|
5000
ppm
|
2
|
3.25
|
4.33
|
5.08
|
6.48
|
7.05
|
7.85
|
Tabel 6. Jumlah
Daun Tanaman Timun (Cucumis sativus)
Perlakuan
|
Jumlah Daun Mentimun pada Hari Ke-
|
||||||
9
|
11
|
13
|
15
|
17
|
19
|
21
|
|
0 ppm
|
2.17
|
2.33
|
3.17
|
3.67
|
4.08
|
4.08
|
5.25
|
2500 ppm
|
2.17
|
2.42
|
3.33
|
3.75
|
4.25
|
4.58
|
5.08
|
5000 ppm
|
2
|
2.33
|
3.17
|
3.42
|
3.92
|
4.25
|
4.5
|
Data Berat
Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman
Table 7. Berat
Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi
|
|||
Perlakuan
|
Berat Segar (gr)
|
Berat Kering (gr)
|
Panjang Akar (cm)
|
0 ppm
|
0.24
|
0.09
|
7.81
|
2500 ppm
|
0.26
|
0.11
|
6.31
|
5000 ppm
|
0.15
|
0.04
|
7.03
|
Table 8. Berat
Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)
Kacang Tunggak
|
|||
Perlakuan
|
Berat Segar (gr)
|
Berat Kering (gr)
|
Panjang Akar (cm)
|
0 ppm
|
6.93
|
1.11
|
18.94
|
2500 ppm
|
7.65
|
1.29
|
21.96
|
5000 ppm
|
6.85
|
1.08
|
17.49
|
Table 9. Berat
Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Timun (Cucumis sativus)
Timun
|
|||
Perlakuan
|
Berat Segar (gr)
|
Berat Kering (gr)
|
Panjang Akar (cm)
|
0 ppm
|
6.95
|
0.43
|
12
|
2500 ppm
|
3.8
|
0.34
|
12.64
|
5000 ppm
|
4.39
|
0.32
|
12.4
|
V.
PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh tingkat kadar garam yang berbeda terhadap pertumbuhan
tanaman budidaya. Tanaman merupakan salah satu organisme makhluk hidup yang
menyerap dan memperoleh bahan makanan dari suatu larutan atau cairan tertentu.
Oleh karena itu air sangat mempunyai pengaruh yang besar dalam memenuhi
kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan melakukan
kegiatan hidup lain seperti respirasi, fotosintesis dan lain-lain. Perbedaan
kadar atau konsentrasi pada garam sangat berpengaruh pada pertumbuhan,
kandungan kadar garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan salin sulit
untuk menyerap air dari larutan tanah, fenomena tersebut menyebabkan terhambatnya
metabolisme tanaman sehingga tanaman menjadi kering.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam
terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam
tanah. Garam-garam yang larut dalam tanah merupakan unsur-unsur yang esensial bagi
pertumbuhan tanaman, tapi kehadiran larutan garam yang berlebih di dalam tanah
akan meracuni tanaman. Kadar garam yang tinggi akan menghambat perkecambahan
benih, kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Kadar garam
(salinitas) akan mempengaruhi proses fisiologi dan marfologi dalam hubunganya
dengan keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Dalam kaitannya dalam lingkungan
salin, tanaman tingkat tinggi ada yang toleran (kelompok halofit) dan rentan
(kelompok glikofit) terhadap kadar garam tinggi.
Berdasarkan adaptasi tanaman terhadap tingkat salinitas berbeda, maka
tanaman dapat dibagi menjadi:
1. Halofit, yaitu
tanaman yang toleran terhadap kadar salinitas yang tinggi.
2. Euhalofit, yaitu tanaman yang tahan
terhadap kadar salin tinggi.
3. Glikofit, yaitu
tanaman yang rentan pada kadar salin tinggi.
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar
luas di bumi dan evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah
spesies yang menunjukkan mekanisme adaptasi special untuk tumbuh pada lingkunga
salin. Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitasgaram relatif. Pada
kenyataanya hamper semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent pada
kondisi salin di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa famili yang
dapat hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin
dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi garam pada kandungan tanah turun naik karena
perubahan pada penyediaan air, drainase, penguapan dan transpirasi. Salinitas
tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi juga oleh Na2CO3,
NaHCO3 dan Na2SO4 dan hubungan dari
garam-garam tersebut dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi lain seperti K+,
Ca2+ dan Mg2+ adalah penting dan ada perbedaan besar pada
tempat yang berbeda.
Proses salinitas terjadi tidak hanya karena curah
hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena
penguapan ( evaporasi ) cepat menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan
dalam air yang tergenang di atas permukaan tanah. Drainase yang buruk dapat
menyebabkan evaporasi. Lebih besar dari pada perkolasi merupakan faktor utama
berlangsungnya proses salinitas. Tentang lambatnya perkolasi tanah dapat
disebabkan oleh keadaan tekstur yang halus. Sebagai akibat dari perkolasi yang
sangat, air yang menguap dari dalam tanah akan menarik air tanah yang
melarutkan garam ke atas sehingga waktu menguap akan meninggalkan garam berikut
kerak di permukaan tanah atau lapisan yang banyak menandung garam yang disebut
horizon silikon atau kristal.
Kondisi
salinitas dalam tanah dapat mengurangi produktivitas dan nilai suatu lahan.
Pengaruh larutan garam dalam tanah terhadap tanaman adalah mengurangi
ketersediaan lengas tanah, mengubah kondisi fisik tanah sehingga mengurangi
penetrasi akar dan secara langsung dapat menyebabkan keracunan. Pengaruh paling
umum dari konsentrasi ( dari tanah ) menyebabkan ketersediaan air bagi
pertumbuhan tanaman berkurang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah sebagai
berikut:
1.
Penguapan (Evaporasi), makin besar tingkat penguapan air laut
di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang
rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2.
Curah hujan (Presipitasi), makin be3sar/banyak curah hujan di
suatu tempat/wilayah laut maka salinitas air laut itu akn rendah dan sebaliknya
makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3.
Run off (aliran sungai),
banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai
yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan
sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka
salinitasnya akan tinggi.
4.
Angin
5.
Sungai
6.
Arus
7.
Upewelling, adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan
dalam ke lapisan permukaan air. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya
lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang vertikal permukaannya.
Pada konsentrasi yang tinggi, NaCl menghambat
perkecambahan dan menurunkan jumlah benih yang berkecambah. Pada konsentrasi
rendah hanya menghambat perkecambahan sehingga dari sini dapat diketahui bahwa
ada pengaruh dari salinitas terhadap pertumbuhan. Pemberian garam yang tidak
sesuai menyebabkan stress pada tanaman. Stress pada tanaman terbagi menjadi
dua, yaitu stress primer dan stress sekunder. Stress primer adalah unsur-unsur
yang langsung membuat tanaman stress jika terkena langsung, contohnya sel rusak
dan sistem metabolisme terganggu. Sedangkan, stress sekunder adalah tidak
terjadi secara langsung, namun tanaman menyerap cairannya. Contohnya osmose.
Dari grafik di atas,
terlihat bahwa grafik menunjukkan garis linier. Semakin bertambah hari, tinggi
tanaman semakin bertambah untuk semua kadar salinitas. Hal ini dapat terjadi
karena mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-21 kenaikan rata-rata cukup konstan.
Dari grafik diatas dapat ketahui bahwa pertumbuhan padi (Oryza sativa) terjadi sangat baik atau relatif konstan pada semua
perlakuan baik konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm, maupun 5000 ppm. Untuk pengamatan
hari ke-1 tinggi tanaman tertinnggi pada konsentrasi 2500 ppm, hal ini terjadi
sampai hari ke-17. Sedangkan tertinggi kedua yaitu perlakuan 0 ppm dan yang
terakhir 5000 ppm. Pada tinggi tanaman tertinggi dipegang oleh tanaman pada
2500 ppm sampai hari ke-17. Sedang untuk hari ke-19 sampai hari ke-21 (hari
terakhir), pada konsentrasi 0 ppm mencapai keadaan maksimum melampaui
konsentrasi yang lain. Dari fenomena di atas,kita dapat mengatakan bahwa
tanaman padi mengalami pertumbuhan optimum dalam perlakuan konsentrasi garam 2500
ppm, hal ini berarti padi mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap
salinitas. Dari grafik di atas dapat dikatakan
bahwa pada padi yang diberi perlakuan 0 ppm,
pertumbuhannya stabil. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada konsentrasi 0 ppm
tanaman padi dapat beradaptasi dengan baik, karena
kandungan garam dalam tanah tidak ada. Pada perlakuan 2500 ppm, pertumbuhan tanaman padi juga relatif stabil
namun masih lebih rendah kestabilannya apabila dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm yang digunakan juga sebagai
perlakuan kontrol. Hal ini dikarenakan pada perlakuan 2500 ppm, terdapat
kandungan garam walaupun tidak terlalu tinggi. Sedangkan
pada perlakuan 5000 ppm, pertumbuhan
tanaman padi tidak begitu bagus. Hal ini terbukti dari tinggi tanaman padi
yang lebih rendah dari yang lainnya. Karena pada perlakuan ini kandungan
garam dalam tanah lebih besar daripada yang lain.
Grafik ini membuktikan bahwa faktor
salinitas mempengaruhi pertumbuhan (pertambahan tinggi batang) tanaman padi
tetapi pengaruhnya sangat kecil. Dari grafik di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa tanaman padi baik ditanam pada lingkungan yang tidak
salin. Akan tetapi, tanaman padi juga tidak begitu buruk jika ditanam pada
lingkungan salin. Hal ini diperlihatkan oleh grafik dimana selisih perbedaan
tinggi tanaman padi pada ketiga perlakuan tidak terlalu mencolok. Jadi pada
kondisi normal tanaman padi tumbuh lebih optimal, namun toleran terhadap
lingkungan salin. Sehingga dapat dikatakan bahwa padi termasuk tanaman halofit.
Grafik
diatas menunjukkan garis yang linier. Semakin bertambah hari tanaman pun
bertambah tinggi untuk semua kadar salinitas. Hal ini dapat terjadi karena
mulai dari hari ke-9 sampai hari ke-21 kenaikan cukup tinggi untuk semua
perlakuan dengan kenaikan yang relatif konstan. Dari grafik terlihat seperti
garis lurus.
Dari grafik diatas didapat
hasil bahwa pertambahan tinggi terjadi pada semua perlakuan konsentrasi dari 0
ppm,2500 ppm, dan 5000 ppm. Untuk pengamatan hari ke-9 tinggi tanaman
tertinnggi pada konsentrasi 5000 ppm, sampai pengamatan hari ke-11 yang tertinggi
juga masih konsentrasi 5000 ppm. Kemudian diikuti konsentrasi 0 ppm dan 2500
ppm. Pada hari ke 13-21 tanaman tertinggi pada perlakuan 2500 ppm yang diikuti
oleh 5000 ppm dan 0 ppm . Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tertinggi dicapai pada perlakuan 2500 ppm kemudian disusul oleh
perlakuan 0 ppm dan 5000 ppm. Tinggi
tanaman pada konsentrasi 0 ppm dan 5000 ppm lebih pendek bila dibandingkan
dengan konsentrasi 2500 ppm. Tetapi perbedaan tinggi tanaman tidak jauh
berbeda, hal ini menandakan bahwa pada tanaman kacang tunggak kadar salinitas tidak begitu berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini
karena tanaman kacang tunggak merupakan jenis tanaman euhalofit, yaitu tanaman
yang dapat bertahan didaerah salinitas rendah maupun tinggi. Seharusnya,
kandungan kadar garam yang tinggi menyebabkan tanaman sulit untuk menyerap air
dari larutan tanah, sehingga menyebabkan terhambatnya metabolisme tanaman dan
tingkat pertumbuhannya akan rendah.
Dari gambar terlihat bahwa
grafik menunjukkan linear. Semakin bertambah hari, tinggi tanamanpun semakin
bertambah, untuk semua kadar salinitas. Dari grafik di atas dapat
dilihat bahwa tinggi tanaman kedelai tiap perlakuan perbedaan tingginya tidak
terlalu mencolok, tetapi pada pengamatan hari keempat sampai hari
terakhir terlihat bahwa pertumbuhan terbaik pada perlakuan 0 ppm, yang disusul
oleh 2500 ppm dan terakhir 5000 ppm dengan tinggi
tanaman 21.62 cm, 21.58 cm, dan 20.82 cm. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, karena tanaman
mentimun termasuk kedalam tanaman glikofit yaitu tanaman
yang kurang baik dalam beradaptasi dengan lingkungan yang salin. Karena apabila
kadar garam semakin tinggi maka pertumbuhan tanaman mentimun juga semakin
terhambat. Kandungan garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan yang
salin sulit menyerap air dari larutan tanah, sehingga metabolisme tanaman akan
terhambat dan tanaman dapat mengalami kekeringan.
Konsentrasi NaCl mempengaruhi
pertumbuhan dan jumlah daun tanaman padi. Dapat dilihat pada grafik di atas bahwa
jumlah daun tanaman padi mengalami peningkatan pada hari ke hari dan perbedaan jumlah
daun pada tiap perlakuan konsentrasi kadar garam yang tidak terlalu berbeda.
Jumlah daun paling banyak berdasarkan angka rerata hasil pengamatan adalah pada
konsentrasi 0 ppm sebesar 3.6. Pada konsentrasi 2500 ppm
menunjukkan jumlah daun yang lebih banyak daripada 5000 ppm, yaitu 3.5 dan
3.4. Tanaman jenis padi ini termasuk tanaman yang toleran terhadap salinitas
tinggi. Jenis ini termasuk toleran karena perbedaan jumlah daun yang ada pada
setiap tanaman tidaklah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jumlah daun
yang tidak terlalu besar pada 0 ppm, 2500 pmm, maupun 5000 ppm membuktikan
ketoleransian tanaman padi terhadap berbagai tingkat salinitas yang ada.
Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah daun
tanaman kacang tunggak mengalami peningkatan meskipun konstan dan tidak
begitu berbeda pada tiap perlakuan konsentrasi kadar garam. Jumlah daun paling
banyak berdasarkan angka rerata hasil pengamatan adalah pada konsentrasi 5000 ppm sebesar 7.85. Pada
konsentrasi 2500 ppm menunjukkan jumlah daun yang lebih banyak
daripada 0 ppm, yaitu dengan besar 7.50 dan 7.28. Berdasarkaan
hasil pengamatan yang diperoleh, jumlah daun pada tanaman kacang tunggak dengan
tingkat salinitas yang berbeda memiliki selisih yang sangat sedikit, bahkan
nyaris sama. Hal ini terjadi karena tanaman kacang tunggak sedikit toleran terhadap garam tapi
terkadang toleran terhadap kadar aluminium yang tinggi dalam tanah. Hal
inilah yang menyebabkan kacang tunggak salinitas 5000 ppm memiliki jumlah daun
terbanyak dibandingkan pada tanaman kacang tunggak salinitas 0 ppm, dan 2500
ppm. Seperti kebanyakan tanaman
kacang-kacangan, kacang tunggak tidak tahan pada kondisi jenuh air atau banjir. Kacang tunggak tidak tenggang
terhadap genangan air, walaupun demikian kacang tunggak cukup tenggang terhadap
lingkungan tanah yang basah tetapi tidak tergenang. Kacang tunggak dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban yang
ekstrim, dan juga cukup toleran terhadap kekeringan.
Tanaman glikofit yaitu tanaman yang
rentan terhadap kadar garam. Tanaman ini mengandung kadar air yang tinggi, jika
ditanam pada lahan salin dapat menghambat pertumbuhannya, selain itu jika
ditanam pada lahan salin yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman ini mati.
Karena kandungan garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan
yang salin sulit menyerap air dari larutan tanah, sehingga metabolisme tanaman
akan terhambat dan tanaman dapat mengalami kekeringan. Pada grafik di atas sudah
sesuai dengan teorinya bahwa tanaman timun dengan perlakuan 5000 ppm
jumlah daunnya hanya sebanyak 4.50 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah daun
pada perlakuan 2500 ppm dan 0 ppm. Pada
tanah salin 2500, tanaman timun memiliki jumlah daun sebanyak 5.08, dan pada
media tanam 0 ppm tanaman timun memiliki jumlah daun terbanyak yaitu 5.25 atau
dengan kata lain pada 0 ppm terjadi pertumbuhan secara optimum. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tanaman timun merupakan tanaman glikofit yang
rentan terhadap salinitas karena pada tingkat salinitas 0 ppm tanaman timun
memiliki jumlah daun yang tertinggi, sedangkan pada salinitas 5000 ppm memiliki
jumlah daun terendah.
Dilihat dari
histogram berat segar dan berat kering padi. Tanaman padi memilki berat segar
seberat 0.24 gram pada 0 ppm, 0.26 gram pada salinitas 2500 ppm, dan 0.15 gram
pada salinitas 5000 ppm. Sedangkan berat kering tanaman padi adalah 009 gram
untuk 0 ppm, 0.11 gram untuk salinitas 2500 ppm, dan 0.04 gram untuk salinitas 5000
pppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tanaman padi memiliki berat segar dan berat
kering yang paling tinggi pada perlakuan
2500 ppm. Hal ini terjadi karena pada
perlakuan 2500 ppm tanaman padi masih menyimpan garam dan air yang diserapnya
dari perlakuan sehingga berat segarnya lebih tinggi dari pada perlakuan 0 ppm.
Pada perlakuan 5000 ppm berat kering dan berat basahnya paling kecil karena
padi pada dasarnya hanya membutuhkan salinitas yang sedikit, sehingga pada saat
pertumbuhannya tidak maksimal, karena terhambat oleh salinitas yang berlebihan
yang berakibat terganggunya metaolisme tanaman padi dan pertumbuhannya menjadi
terhambat. Salinitas yang berlebih pada tanaman pada dasarnya akan mempengaruhi
perkecambahan benih dan akan merusak serat dan jaringan tumbuhan.
Berdasarkan histogaram di atas, panjang akar tanaman padi paling
panjang yaitu pada perlakuan 0 ppm kemudian pada perlakuan 5000 ppm dan 2500 ppm. Hasil yang
didapat pada percobaan ini menunjukkan bahwa panjang akar dari setiap perlakuan
berbeda. Dari histogram, hasil terpanjang tanaman padi pada salinitas 0 ppm
sebesar 7,81 cm; ke-2 pada salinitas 5000 ppm 7.03 cm; ke-3 pada salinitas 2500
ppm 6.31 cm. Dalam pengamatan panjang akar tanaman padi ini panjang akar
tanaman padi sudah sesuai dengan teori yang ada, karena pada
perlakuan 0 ppm memiliki panjang akar lebih panjang dibandingkan dengan yang
lain. Karena secara keseluruhan, tanaman padi
akan tumbuh optimal jika ditanam pada kondisi yang normal dan bersifat tahan
terhadap kadar garam.
Dari histogram di atas dapat diketahui bahwa berat segar tanaman kacang tunggak tertinggi adalah pada konsentrasi 2500 ppm sebesar 7.65 gram, sedangkan berat segar tanaman kacang tunggak
terendah adalah pada tanaman salinitas 5000 ppm seberat 6.85 gram. Sedangkan
berat kering tertinggi ada pada konsentrasi 2500 ppm seberat 1.29 gram, yang
berarti pada konsentrasi ini tanaman kacang tunggak dapat menyerap unsur hara
secara optimal sehingga kandungan air dalam tubuh tanaman juga banyak. Berat
kering terendah pada tanaman kacang tunggak 5000 ppm dengan berat 1.08 gram. Hal ini
sesuai dengan teori yang ada, yaitu bahwa pada
konsentrasi 2500 ppm tanaman kacang tunggak dapat
menyerap unsur hara dengan optimal karena tanaman kacang tunggak merupakan
tanaman halofit yang toleran terhadap salinitas. Sedangkan pada konsentrasi 0
ppm tidak ada kadar garam yang dapat diserap oleh tanaman sehingga faktor
salinitas tidak terpenuhi. Dan pada konsentrasi 5000 ppm, kadar garam terlampau
tinggi sehingga menyebabkan terganggunya serapan unsur hara essensial dalam
proses metabolisme sehingga berat tanaman tanaman kacang tunggak salinitas 5000
ppm lebih rendah dibandingkan dengan kacang tunggak salinitas 0 ppm.
Pada tanaman kacang tunggak diperoleh hasil panjang akar yang
berbeda-beda dari setiap perlakuan. Dari histogram hasil terpanjang pada
salinitas 2500 ppm sebesar 21.96 cm ; ke-2 pada salinitas 0 ppm sebesar 18.94
cm ; ke-3 pada salinitas 5000 ppm 17.49 cm.
Dari hasil data tersebut diperoleh panjang akar terpanjang pada
perlakuan konsentrasi 2500 ppm. Hasil ini memperlihatkan jika akar tanaman
kacang tunggak tumbuh menyesuaikan keadaan garam yang terkandung di dalam tanah
agar tetap hidup. Tanaman jenis ini tetap dapat hidup dengan berbagai tingkat
salinitas yang beragam. Sama seperti tanaman padi yang toleran terhadap
salinitas yang termasuk tanaman halofit.
Berdasarkan
dari histogram berat segar mentimun dan berat kering mentimun, dapat dilihat
bahwa yang mendominasi berat segar adalah perlakuan 0 ppm dengan berat 6.95
gram, sedangkan berat kering yang mendominasi adalah perlakuan 5000 ppm dengan
berat 0.52 gram. Hal ini terjadi karena metimun perlakuan 0 ppm kemungkinan memiliki
diameter batang yang lebih tinggi dan masih menyimpan unsure haranya ketika
dalam keadaan segar. Namun, pada berat kering justru perlakuan 5000 ppm yang
memiliki bobot yang paling berat. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada
perlakuan 5000 ppm, meskipun pada keadaan segar bobotnya lebih ringan dari pada
0 ppm, tetapi pada berat keringnya bobotnya melebihi perlakuan 0 ppm. Hal ini
terjadi karena mentimun pada perlakuan 5000 ppm, mentimun tersebut
pertumbuhannya lebih cepat dan memiliki isi yang lebih dari pada perlakuan 0
ppm, karena memperoleh salinitas yang lebih dari pada yang perlakuan 0 ppm.
Pada dasarnya tanaman mentimun merupakan tanaman yang tidak toleran terhadap
salinitas (glikofit).
Pada tanaman mentimun ini
yang didapatkan hasil yang sama beragamnya dengan 2 tanaman sebelumnya. Dari data histogram
diatas hasil terpanjang pada salinitas 2500
ppm sebesar 12.64 cm, ke-2 pada salinitas 5000 ppm 12.40 cm , ke-3 pada
salinitas 0 ppm 12 cm. Hal ini
tidak sesuai dengan teori, yang seharusnya mempunyai panjang akar yang lebih
optimal pada perlakuan 0 ppm, dan yang paling tidak optimal pada perlakuan 5000
ppm, sebab tanaman mentimun termasuk tanaman yang rentan terhadap kadar
garam yang tinggi karena tanaman ini termasuk tanaman glikofit. Ketidaksesuaian
dengan teori ini disebabkan oleh tidak hati-hatinya dalam pemanenan, sehingga
akar-akarnya banyak yang terputus.
VI. KESIMPULAN
1.
Dampak salinitas tanah terhadap pertumbuhan tanaman
menghambat perkecambahan benih, kulaitas hasil produksi dan merusak jaringan
tanaman.
2.
Tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas
yang berbeda adalah berbeda pada tiap tanaman yaitu tergantung pada jenis
tanaman, misalnya tanaman padi yang toleran terhadap salinitas (halofit),
kacang tunggak yang bias juga dikatakan bias toleran terhadap salinitas
tinggi/rendah, dan tanaman timun yang rentan terhadap salinitas (glikofit).
DAFTAR
PUSTAKA
Arkin, G.F. 1981. Modifying the Root Environment to Reduce Crop
Stress. Department of Agronomi, USA.
Daubenmire, R.F. 1982. Plant and Environment. John Willey Sons,
Canada.
Irianto, Eko W. dan B.
Machbub. 2004. Pengaruh multiparameter kualitas air terhadap parameter
indicator oksigen terlarut dan daya hantar listrik. Jurnal Lingkungan Perairan
54 : 18 -24
Jamil, M. 2006. Effect of salt stresson germination and early
seedling growth of four vegetable species. Journal Central Europe Agriculture 7
: 273-282.
Keany and L. John. 1985. Soil and Plant Interaction with Salinity.
Agriculture Experiment Station University of California, California.
Khorsidi, M.B. 2009. Salinity effect on nutriens accumulation in
alfalfa shoots in hydroponic condition. Journal of Food, Agriculture and
Environment 7 : 787-790.
Kurniasih, B., D. Indradewa
dan Melasari. 2002. Hasil dan sifat perakaran varietas padi gogo pada beberapa
tingkat salinitas. Jurnal Ilmu Pertanian 9: 1 – 10.
Osmand. 1987. Ecology
2nd Edition: Individual, Populations & Communities. Boston Oxford, London.
Shamin, A.H., and T. Akae. 2009. Desanization of saline soils amed
at environmentally sustainable agriculture : A new thought. Journal of American
science 5 : 197-198.
Staples, R. C and G. H.
Toeniesen . 1984. Salinity Tolerance in Plants Stategnes For Crop Improvmen. A
wiley – Interscience Publication . John Wiley and Sons, New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar