Selasa, 24 Februari 2015

Laporan Dasar Ekologi Acara I Salinitas sbg Faktor Pembatas Abiotik



SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

I.          TUJUAN
1.    Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman
2.    Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda

II.      TINJAUAN PUSTAKA
Kata ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oskos yang berarti rumah atau tempat untuk hidup dan logos yang berarti ilmu. Secara umum, ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara organisme dan lingkungannya. Ekologi memuat tiga unsur penting, yaitu materi, energi, dan informasi. Lingkungan suatu organisme dapat bersifat biotic dan abiotik. Salah satu prinsip utama ekosistem adalah adanya faktor pembatas. Pada lingkungan abiotik, salah satu pembatasnya adalah salinitas (Daubenmire,1982).
Salah satu pembatas dalam ekosistem adalah salinitas. Apabila salinitas dalam suatu tempat terlalu tinggi, maka tanaman yang hidup di daerah tersebut mengalami gangguan pertumbuhan. Apabila salinitas suatu tempat terlalu rendah, hal ini pun akan menjadi hambatan bagi tanaman untuk tumbuh. Hasil analisis pertumbuhan tanaman padi gogo menunjukkan bahwa konsentrasi garam mempengaruhi luas permukaan daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan. Pemberian garam dengan ukuran yang sesuai cemderung akan menambah luas permukaan daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan. Secara nyata dibandingkan bila kekurangan atau kelebihan (Kurniasih et. al., 2002).
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar luas di bumi dan evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah spesies yang menunjukkan mekanisme adaptasi special untuk tumbuh pada lingkunga salin. Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitas garam relatif. Pada kenyataannya hampir semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent pada kondisi salin di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa famili yang dapat hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi garam pada kandungan tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air, drainase, penguapan dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi juga oleh Na2CO3, NaHCO3 dan Na2SO4 dan hubungan dari garam-garam tersebut dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi lain seperti K+, Ca2+ dan Mg2+ adalah penting dan ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda ( Staples and Gary, 1984).
Ada perbedaan paling mencolok dalam kesensitifan spesies tumbuhan untuk salinitas. Species yang tumbuh di lingkungan garam akan bertemu dengan tekanan osmotik tinggi di dalam tanah dan banyak hubungan dengan permukaanya. Fisiologi toleransi garam dalam tanaman mengalami peningkatan karena adanya timbunan garam di lapisan teratas    dari tanah irigasi (Osmand,1987).
Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Rasio ini dihitung berdasarkan kondisi suhu 15° C. Pengukuran salinitas dalam kehidupan sehari-hari biasanya menggunakan hydrometer, yang telah dikalibrasikan untuk digunakan pada suhu kamar (Irianto dan Machbub, 2004).
Faktor-faktor yang menyebabkan kadar garam tinggi, antara lain (Arkin, 1981) :
1.      Tingkat pertumbuhan tanaman
2.      Jenis dan banyak akar
3.      Nutrisi
4.      Pengaruh irigasi
5.      Gas sekitar, seperti temperature atmosfer dan polusi udara.
Tanah salin merupakan tanah yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Larutan garam pada tanah tersusun dari ion Na2+, Ca2+, Mg2+, Cl-, CO42-, dan CO3-. Ion dari kadar garam yang tinggi meracuni mekanisme metabolit dan dapat mengganggu serapan berbagai unsure hara essensial dan metabolisme.  Ion-ion tersebut dapat meracuni tanaman melalui berbagai cara, antara lain : (1) dapat menjadi anti metabolit, (2) mengendapkan atau mengikat berbagai metabolit, (3) mempercepat dekomposisi, (4) merusak sel sehingga permeabilitasnya terganggu, (5) berada pada tempat-tempat unsur essensial tetapi tidak menggantikan peranannya (Keany and John, 1985).
Kekeringan dan salinitas merupakan faktor utama yang dapat mengurangi produktivitas tanaman. Salinitas menghalangi perkecambahan, mengurangi hasil panen. Tumbuhan yang tumbuh pada daerah dengan tingkat salinitas yang tinggi memiliki komposisi ion dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Perbedaan konsentrassi disebabkan oleh sumber air, drainase, evaporasi, transpirasi, serta kemampuan pengendapan (Jamil, 2006). Salinitas mempengaruhi unsur gizi tanaman mineral yang menyebabkan ketidakseimbangan gizi pada elemen yang tersedia dan penyerapa kompetitif dan translokasi unsur atau distribusi. Hal ini dapat menghentikan aktivitas fisiologis atau meningkatkan kebutuhan tanaman internal elemen (Khorsidi, 2009). Secara umum, tingkat salinitas tanah yang tinggi memiliki efek ganda pada pertumbuhan yaitu, mengurangi potensial air pada jaringan karena meningkatkan potensial osmotik pada media perakaran, dan member efek racun secara langsung karena tingginya konsentrasi ion Na dan Cl yang terakumulasi dalam jaringan tanaman. Akibat jangka pendeknya pertumbuhan tajuk terganggu sebagai akibat dari respon akar karena kekurangan air, sedangkan jangka panjangnya tanaman akan mengalami reduksi daun sehingga proses fotosintesis terganggu dan pertumbuhan tanaman terhambat (Shamin and Akae, 2009).
 
III.   METODOLOGI
Acara praktikum Salinitas Sebagai Faktor Pembatas Abiotik dilakukan di Laboratorium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Kamis, 20 Maret 2014 jam 13.30 WIB. Bahan-bahan yang digunakan yaitu benih padi ( Oryza sativa ), benih ketimun ( Cucumis sativus)  dan benih kacang tunggak (Vigna unguiculata), polybag, NaCl teknis, pupuk kandang dan kertas label. Alat-alat yang digunakan yaitu timbanagn analitik, gelas ukur, Erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanaman dan penggaris.
Adapun cara kerja yang digunakan dalam praktikum, pertama disiapkan polibag yang diisi tanah sebanyak 9 polibag. Apabila ada kerikil, sisa-sisa akar tanaman lain dan kotoran harus dihilangkan agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dipilih biji yang sehat dari jenis tanaman yang akan diperlakukan. Selanjutnya 5 biji tersebut ditanam ke dalam masing-masing polibag. Untuk satu minggu pertama, benih dikecambahkan terlebih dahulu dan disiram dengan air biasa. Setelah berumur 1 minggu, bibit dijarangkan menjadi 2 tanaman setiap polibag dengan rata-rata tinggi tanaman hampir sama. Kemudian bibit disiram dengan larutan NaCl sesuai dengan perlakuan (0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm). Untuk perlakuan 0 ppm, bibit disiram dengan air biasa. Penyiraman dilakukan sebanyak 7 kali dengan selang waktu dua hari sekali, hingga tanaman berumur 21 hari. Selang hari diantara penyiraman larutan garam, tanaman tetap disiram menggunakan air biasa dengan volume yang sama. Dari setiap perlakuan dilakukan pengamatan mengenai tinggi tanaman dan jumlah daun. Setelah tanaman berumur 21 hari, tanaman dipanen dan diamati panjang akar, berat segar, dan berat kering tanaman. Pada akhir percobaan, seluruh data yang diperoleh dihitung reratanya (tiga ulangan pada tiap perlakuan), selanjutnya gambar grafik tinggi tanaman pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, grafik jumlah daun pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman,  histogram rerata panjang akar pada masing-masing konsentrasi garam tiap komoditas, serta histogram berat segar dan berat kering pada masing-masing konsentrasi garam tiap komoditas.
IV.   HASIL PENGAMATAN
Data Tinggi tanaman
Tabel 1. Tinggi Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi
Perlakuan
Tinggi Tanaman Hari Ke- (cm)
9
11
13
15
17
19
21
0 ppm
10.22
15.22
17.64
20.98
22.46
24.43
26.02
2500 ppm
12.03
16.99
20.53
22.42
23.78
24.34
25.49
5000 ppm
10.56
15.4
18.18
19.83
22.64
23.91
24.73

Tabel 2. Tinggi Tanaman Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)
Kacang Tunggak
Perlakuan
Tinggi Tanaman  Hari Ke- (cm)
9
11
13
15
17
19
21
0 ppm
15.28
17.09
19.06
21.7
23.43
24.82
26.05
2500 ppm
14.38
17.08
19.18
22.56
24.3
25.56
27.12
5000 ppm
16.04
18.61
19.71
22.06
23.88
25.18
26.51

Tabel 3. Tinggi Tanaman Timun (Cucumis sativus)
Perlakuan
 Tinggi Mentimun pada Hari Ke- (cm)
9
11
13
15
17
19
21
0 ppm
9.96
11.23
12.63
15.46
18.05
19.68
21.62
2500 ppm
9.63
11.14
12.69
15.9
17.88
19.68
21.58
5000 ppm
9.28
12.19
13.82
15.86
17
19.47
20.83

Data Jumlah Daun
Table 4. Jumlah Daun Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi
Perlakuan
Jumlah Daun pada Hari Ke-
9
11
13
15
17
19
21
0 ppm
1.7
2.3
2.8
2.9
3.1
3.3
3.6
2500 ppm
1.8
2.2
2.7
2.8
3
3.5
3.5
5000 ppm
1.8
2.2
2.3
3
3
3.3
3.4

Tabel 5. Jumlah Daun Tanaman Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)
Perlakuan
 Jumlah Daun pada Hari Ke-
9
11
13
15
17
19
21
0 ppm
2.42
3.75
4.75
5.58
6.25
7.2
7.28
2500 ppm
2.33
3.58
4.5
5.83
6.42
7.17
7.5
5000 ppm
2
3.25
4.33
5.08
6.48
7.05
7.85

Tabel 6. Jumlah Daun Tanaman Timun (Cucumis sativus)
Perlakuan
 Jumlah Daun Mentimun pada Hari Ke-
9
11
13
15
17
19
21
0 ppm
2.17
2.33
3.17
3.67
4.08
4.08
5.25
2500 ppm
2.17
2.42
3.33
3.75
4.25
4.58
5.08
5000 ppm
2
2.33
3.17
3.42
3.92
4.25
4.5

Data Berat Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman
Table 7. Berat Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi
Perlakuan
Berat Segar (gr)
Berat Kering (gr)
Panjang Akar (cm)
0 ppm
0.24
0.09
7.81
2500 ppm
0.26
0.11
6.31
5000 ppm
0.15
0.04
7.03

Table 8. Berat Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)
Kacang Tunggak
Perlakuan
Berat Segar (gr)
Berat Kering (gr)
Panjang Akar (cm)
0 ppm
6.93
1.11
18.94
2500 ppm
7.65
1.29
21.96
5000 ppm
6.85
1.08
17.49

Table 9. Berat Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Timun (Cucumis sativus)
Timun
Perlakuan
Berat Segar (gr)
Berat Kering (gr)
Panjang Akar (cm)
0 ppm
6.95
0.43
12
2500 ppm
3.8
0.34
12.64
5000 ppm
4.39
0.32
12.4
 V.      PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kadar garam yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman budidaya. Tanaman merupakan salah satu organisme makhluk hidup yang menyerap dan memperoleh bahan makanan dari suatu larutan atau cairan tertentu. Oleh karena itu air sangat mempunyai pengaruh yang besar dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan melakukan kegiatan hidup lain seperti respirasi, fotosintesis dan lain-lain. Perbedaan kadar atau konsentrasi pada garam sangat berpengaruh pada pertumbuhan, kandungan kadar garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan salin sulit untuk menyerap air dari larutan tanah, fenomena tersebut menyebabkan terhambatnya metabolisme tanaman sehingga tanaman menjadi kering.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Garam-garam yang larut dalam tanah merupakan unsur-unsur yang esensial bagi pertumbuhan tanaman, tapi kehadiran larutan garam yang berlebih di dalam tanah akan meracuni tanaman. Kadar garam yang tinggi akan menghambat perkecambahan benih, kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Kadar garam (salinitas) akan mempengaruhi proses fisiologi dan marfologi dalam hubunganya dengan keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Dalam kaitannya dalam lingkungan salin, tanaman tingkat tinggi ada yang toleran (kelompok halofit) dan rentan (kelompok glikofit) terhadap kadar garam tinggi.
Berdasarkan adaptasi tanaman terhadap tingkat salinitas berbeda, maka tanaman dapat dibagi menjadi:
1.   Halofit, yaitu tanaman yang toleran terhadap kadar salinitas yang tinggi.
2.   Euhalofit, yaitu tanaman yang tahan terhadap kadar salin tinggi.
3.   Glikofit, yaitu tanaman yang rentan pada kadar salin tinggi.
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar luas di bumi dan evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah spesies yang menunjukkan mekanisme adaptasi special untuk tumbuh pada lingkunga salin. Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitasgaram relatif. Pada kenyataanya hamper semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent pada kondisi salin di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa famili yang dapat hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi garam pada kandungan tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air, drainase, penguapan dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi juga oleh Na2CO3, NaHCO3 dan Na2SO4 dan hubungan dari garam-garam tersebut dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi lain seperti K+, Ca2+ dan Mg2+ adalah penting dan ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda.
Proses salinitas terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan ( evaporasi ) cepat menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air yang tergenang di atas permukaan tanah. Drainase yang buruk dapat menyebabkan evaporasi. Lebih besar dari pada perkolasi merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinitas. Tentang lambatnya perkolasi tanah dapat disebabkan oleh keadaan tekstur yang halus. Sebagai akibat dari perkolasi yang sangat, air yang menguap dari dalam tanah akan menarik air tanah yang melarutkan garam ke atas sehingga waktu menguap akan meninggalkan garam berikut kerak di permukaan tanah atau lapisan yang banyak menandung garam yang disebut horizon silikon atau kristal.
       Kondisi salinitas dalam tanah dapat mengurangi produktivitas dan nilai suatu lahan. Pengaruh larutan garam dalam tanah terhadap tanaman adalah mengurangi ketersediaan lengas tanah, mengubah kondisi fisik tanah sehingga mengurangi penetrasi akar dan secara langsung dapat menyebabkan keracunan. Pengaruh paling umum dari konsentrasi ( dari tanah ) menyebabkan ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman berkurang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah sebagai berikut:
1.       Penguapan (Evaporasi), makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2.       Curah hujan (Presipitasi), makin be3sar/banyak curah hujan di suatu tempat/wilayah laut maka salinitas air laut itu akn rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3.       Run off (aliran sungai), banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
4.       Angin
5.       Sungai
6.       Arus
7.       Upewelling, adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan air. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang vertikal permukaannya.
Pada konsentrasi yang tinggi, NaCl menghambat perkecambahan dan menurunkan jumlah benih yang berkecambah. Pada konsentrasi rendah hanya menghambat perkecambahan sehingga dari sini dapat diketahui bahwa ada pengaruh dari salinitas terhadap pertumbuhan. Pemberian garam yang tidak sesuai menyebabkan stress pada tanaman. Stress pada tanaman terbagi menjadi dua, yaitu stress primer dan stress sekunder. Stress primer adalah unsur-unsur yang langsung membuat tanaman stress jika terkena langsung, contohnya sel rusak dan sistem metabolisme terganggu. Sedangkan, stress sekunder adalah tidak terjadi secara langsung, namun tanaman menyerap cairannya. Contohnya osmose.
Dari grafik di atas, terlihat bahwa grafik menunjukkan garis linier. Semakin bertambah hari, tinggi tanaman semakin bertambah untuk semua kadar salinitas. Hal ini dapat terjadi karena mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-21 kenaikan rata-rata cukup konstan.
Dari grafik diatas dapat ketahui  bahwa pertumbuhan padi (Oryza sativa) terjadi sangat baik atau relatif konstan pada semua perlakuan baik konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm, maupun 5000 ppm. Untuk pengamatan hari ke-1 tinggi tanaman tertinnggi pada konsentrasi 2500 ppm, hal ini terjadi sampai hari ke-17. Sedangkan tertinggi kedua yaitu perlakuan 0 ppm dan yang terakhir 5000 ppm. Pada tinggi tanaman tertinggi dipegang oleh tanaman pada 2500 ppm sampai hari ke-17. Sedang untuk hari ke-19 sampai hari ke-21 (hari terakhir), pada konsentrasi 0 ppm mencapai keadaan maksimum melampaui konsentrasi yang lain. Dari fenomena di atas,kita dapat mengatakan bahwa tanaman padi mengalami pertumbuhan optimum dalam perlakuan konsentrasi garam 2500 ppm, hal ini berarti padi mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap salinitas. Dari grafik di atas dapat dikatakan bahwa pada padi yang diberi perlakuan 0 ppm, pertumbuhannya stabil. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada konsentrasi 0 ppm tanaman padi dapat beradaptasi dengan baik, karena kandungan garam dalam tanah tidak ada. Pada perlakuan 2500 ppm, pertumbuhan tanaman padi juga relatif stabil namun masih lebih rendah kestabilannya apabila dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm yang digunakan juga sebagai perlakuan kontrol. Hal ini dikarenakan pada perlakuan 2500 ppm, terdapat kandungan garam walaupun tidak terlalu tinggi. Sedangkan pada perlakuan 5000 ppm, pertumbuhan tanaman padi tidak begitu bagus. Hal ini terbukti dari tinggi tanaman padi yang lebih rendah dari yang lainnya. Karena pada perlakuan ini kandungan garam dalam tanah lebih besar daripada yang lain.
Grafik ini membuktikan bahwa faktor salinitas mempengaruhi pertumbuhan (pertambahan tinggi batang) tanaman padi tetapi pengaruhnya sangat kecil. Dari grafik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman padi baik ditanam pada lingkungan yang tidak salin. Akan tetapi, tanaman padi juga tidak begitu buruk jika ditanam pada lingkungan salin. Hal ini diperlihatkan oleh grafik dimana selisih perbedaan tinggi tanaman padi pada ketiga perlakuan tidak terlalu mencolok. Jadi pada kondisi normal tanaman padi tumbuh lebih optimal, namun toleran terhadap lingkungan salin. Sehingga dapat dikatakan bahwa padi termasuk tanaman halofit.

Grafik diatas menunjukkan garis yang linier. Semakin bertambah hari tanaman pun bertambah tinggi untuk semua kadar salinitas. Hal ini dapat terjadi karena mulai dari hari ke-9 sampai hari ke-21 kenaikan cukup tinggi untuk semua perlakuan dengan kenaikan yang relatif konstan. Dari grafik terlihat seperti garis lurus.
Dari grafik diatas didapat hasil bahwa pertambahan tinggi terjadi pada semua perlakuan konsentrasi dari 0 ppm,2500 ppm, dan 5000 ppm. Untuk pengamatan hari ke-9 tinggi tanaman tertinnggi pada konsentrasi 5000 ppm, sampai pengamatan hari ke-11 yang tertinggi juga masih konsentrasi 5000 ppm. Kemudian diikuti konsentrasi 0 ppm dan 2500 ppm. Pada hari ke 13-21 tanaman tertinggi pada perlakuan 2500 ppm yang diikuti oleh 5000 ppm dan 0 ppm . Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tertinggi dicapai pada perlakuan 2500 ppm kemudian disusul oleh perlakuan 0 ppm dan 5000 ppm. Tinggi tanaman pada konsentrasi 0 ppm dan 5000 ppm lebih pendek bila dibandingkan dengan konsentrasi 2500 ppm. Tetapi perbedaan tinggi tanaman tidak jauh berbeda, hal ini menandakan bahwa pada tanaman kacang tunggak  kadar salinitas tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.  Hal ini karena tanaman kacang tunggak merupakan jenis tanaman euhalofit, yaitu tanaman yang dapat bertahan didaerah salinitas rendah maupun tinggi. Seharusnya, kandungan kadar garam yang tinggi menyebabkan tanaman sulit untuk menyerap air dari larutan tanah, sehingga menyebabkan terhambatnya metabolisme tanaman dan tingkat pertumbuhannya akan rendah.
Dari gambar terlihat bahwa grafik menunjukkan linear. Semakin bertambah hari, tinggi tanamanpun semakin bertambah, untuk semua kadar salinitas. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman kedelai tiap perlakuan perbedaan tingginya tidak terlalu mencolok, tetapi pada pengamatan hari keempat sampai hari terakhir terlihat bahwa pertumbuhan terbaik pada perlakuan 0 ppm, yang disusul oleh 2500 ppm dan terakhir 5000 ppm dengan tinggi tanaman 21.62 cm, 21.58 cm, dan 20.82 cm. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, karena tanaman mentimun termasuk kedalam tanaman glikofit yaitu tanaman yang kurang baik dalam beradaptasi dengan lingkungan yang salin. Karena apabila kadar garam semakin tinggi maka pertumbuhan tanaman mentimun juga semakin terhambat. Kandungan garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan yang salin sulit menyerap air dari larutan tanah, sehingga metabolisme tanaman akan terhambat dan tanaman dapat mengalami kekeringan.
Konsentrasi NaCl mempengaruhi pertumbuhan dan jumlah daun tanaman padi. Dapat dilihat pada grafik di atas bahwa jumlah daun tanaman padi mengalami peningkatan pada hari ke hari dan perbedaan jumlah daun pada tiap perlakuan konsentrasi kadar garam yang tidak terlalu berbeda. Jumlah daun paling banyak berdasarkan angka rerata hasil pengamatan adalah pada konsentrasi 0 ppm sebesar 3.6. Pada konsentrasi 2500 ppm menunjukkan jumlah daun yang lebih banyak daripada 5000 ppm, yaitu 3.5 dan 3.4. Tanaman jenis padi ini termasuk tanaman yang toleran terhadap salinitas tinggi. Jenis ini termasuk toleran karena perbedaan jumlah daun yang ada pada setiap tanaman tidaklah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jumlah daun yang tidak terlalu besar pada 0 ppm, 2500 pmm, maupun 5000 ppm membuktikan ketoleransian tanaman padi terhadap berbagai tingkat salinitas yang ada.
Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah daun tanaman kacang tunggak mengalami peningkatan meskipun konstan dan tidak begitu berbeda pada tiap perlakuan konsentrasi kadar garam. Jumlah daun paling banyak berdasarkan angka rerata hasil pengamatan adalah pada konsentrasi 5000 ppm sebesar 7.85. Pada konsentrasi 2500 ppm menunjukkan jumlah daun yang lebih banyak daripada 0 ppm, yaitu dengan besar 7.50 dan 7.28. Berdasarkaan hasil pengamatan yang diperoleh, jumlah daun pada tanaman kacang tunggak dengan tingkat salinitas yang berbeda memiliki selisih yang sangat sedikit, bahkan nyaris sama.  Hal ini terjadi karena tanaman kacang tunggak sedikit toleran terhadap garam tapi terkadang toleran terhadap kadar aluminium yang tinggi dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan kacang tunggak salinitas 5000 ppm memiliki jumlah daun terbanyak dibandingkan pada tanaman kacang tunggak salinitas 0 ppm, dan 2500 ppm. Seperti kebanyakan tanaman kacang-kacangan, kacang tunggak tidak tahan pada kondisi jenuh air atau banjir. Kacang tunggak tidak tenggang terhadap genangan air, walaupun demikian kacang tunggak cukup tenggang terhadap lingkungan tanah yang basah tetapi tidak tergenang. Kacang tunggak dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban yang ekstrim, dan juga cukup toleran terhadap kekeringan.
Tanaman glikofit yaitu tanaman yang rentan terhadap kadar garam. Tanaman ini mengandung kadar air yang tinggi, jika ditanam pada lahan salin dapat menghambat pertumbuhannya, selain itu jika ditanam pada lahan salin yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman ini mati. Karena kandungan garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan yang salin sulit menyerap air dari larutan tanah, sehingga metabolisme tanaman akan terhambat dan tanaman dapat mengalami kekeringan. Pada grafik di atas sudah sesuai dengan teorinya bahwa tanaman timun dengan perlakuan 5000 ppm jumlah daunnya hanya sebanyak 4.50 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah daun pada perlakuan  2500 ppm dan 0 ppm. Pada tanah salin 2500, tanaman timun memiliki jumlah daun sebanyak 5.08, dan pada media tanam 0 ppm tanaman timun memiliki jumlah daun terbanyak yaitu 5.25 atau dengan kata lain pada 0 ppm terjadi pertumbuhan secara optimum. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanaman timun merupakan tanaman glikofit yang rentan terhadap salinitas karena pada tingkat salinitas 0 ppm tanaman timun memiliki jumlah daun yang tertinggi, sedangkan pada salinitas 5000 ppm memiliki jumlah daun terendah.
 
Dilihat dari histogram berat segar dan berat kering padi. Tanaman padi memilki berat segar seberat 0.24 gram pada 0 ppm, 0.26 gram pada salinitas 2500 ppm, dan 0.15 gram pada salinitas 5000 ppm. Sedangkan berat kering tanaman padi adalah 009 gram untuk 0 ppm, 0.11 gram untuk salinitas 2500 ppm, dan 0.04 gram untuk salinitas 5000 pppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada  tanaman padi memiliki berat segar dan berat kering yang paling tinggi  pada perlakuan 2500 ppm.  Hal ini terjadi karena pada perlakuan 2500 ppm tanaman padi masih menyimpan garam dan air yang diserapnya dari perlakuan sehingga berat segarnya lebih tinggi dari pada perlakuan 0 ppm. Pada perlakuan 5000 ppm berat kering dan berat basahnya paling kecil karena padi pada dasarnya hanya membutuhkan salinitas yang sedikit, sehingga pada saat pertumbuhannya tidak maksimal, karena terhambat oleh salinitas yang berlebihan yang berakibat terganggunya metaolisme tanaman padi dan pertumbuhannya menjadi terhambat. Salinitas yang berlebih pada tanaman pada dasarnya akan mempengaruhi perkecambahan benih dan akan merusak serat dan jaringan tumbuhan.


Berdasarkan histogaram di atas, panjang akar tanaman padi paling panjang yaitu pada perlakuan 0 ppm kemudian pada perlakuan 5000 ppm dan 2500 ppm. Hasil yang didapat pada percobaan ini menunjukkan bahwa panjang akar dari setiap perlakuan berbeda. Dari histogram, hasil terpanjang tanaman padi pada salinitas 0 ppm sebesar 7,81 cm; ke-2 pada salinitas 5000 ppm 7.03 cm; ke-3 pada salinitas 2500 ppm 6.31 cm. Dalam pengamatan panjang akar tanaman padi ini panjang akar tanaman padi sudah sesuai dengan teori yang ada, karena pada perlakuan 0 ppm memiliki panjang akar lebih panjang dibandingkan dengan yang lain.  Karena secara keseluruhan, tanaman padi akan tumbuh optimal jika ditanam pada kondisi yang normal dan bersifat tahan terhadap kadar garam.
Dari histogram di atas dapat diketahui bahwa berat segar tanaman kacang tunggak tertinggi adalah pada konsentrasi 2500 ppm sebesar 7.65 gram, sedangkan berat segar tanaman kacang tunggak terendah adalah pada tanaman salinitas 5000 ppm seberat 6.85 gram. Sedangkan berat kering tertinggi ada pada konsentrasi 2500 ppm seberat 1.29 gram, yang berarti pada konsentrasi ini tanaman kacang tunggak dapat menyerap unsur hara secara optimal sehingga kandungan air dalam tubuh tanaman juga banyak. Berat kering terendah pada tanaman kacang tunggak 5000 ppm dengan berat 1.08 gram. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu bahwa pada konsentrasi 2500 ppm tanaman kacang tunggak dapat menyerap unsur hara dengan optimal karena tanaman kacang tunggak merupakan tanaman halofit yang toleran terhadap salinitas. Sedangkan pada konsentrasi 0 ppm tidak ada kadar garam yang dapat diserap oleh tanaman sehingga faktor salinitas tidak terpenuhi. Dan pada konsentrasi 5000 ppm, kadar garam terlampau tinggi sehingga menyebabkan terganggunya serapan unsur hara essensial dalam proses metabolisme sehingga berat tanaman tanaman kacang tunggak salinitas 5000 ppm lebih rendah dibandingkan dengan kacang tunggak salinitas 0 ppm.
Pada tanaman kacang tunggak diperoleh hasil panjang akar yang berbeda-beda dari setiap perlakuan. Dari histogram hasil terpanjang pada salinitas 2500 ppm sebesar 21.96 cm ; ke-2 pada salinitas 0 ppm sebesar 18.94 cm ; ke-3 pada salinitas 5000 ppm 17.49 cm.  Dari hasil data tersebut diperoleh panjang akar terpanjang pada perlakuan konsentrasi 2500 ppm. Hasil ini memperlihatkan jika akar tanaman kacang tunggak tumbuh menyesuaikan keadaan garam yang terkandung di dalam tanah agar tetap hidup. Tanaman jenis ini tetap dapat hidup dengan berbagai tingkat salinitas yang beragam. Sama seperti tanaman padi yang toleran terhadap salinitas yang termasuk tanaman halofit.

Berdasarkan dari histogram berat segar mentimun dan berat kering mentimun, dapat dilihat bahwa yang mendominasi berat segar adalah perlakuan 0 ppm dengan berat 6.95 gram, sedangkan berat kering yang mendominasi adalah perlakuan 5000 ppm dengan berat 0.52 gram. Hal ini terjadi karena metimun perlakuan 0 ppm kemungkinan memiliki diameter batang yang lebih tinggi dan masih menyimpan unsure haranya ketika dalam keadaan segar. Namun, pada berat kering justru perlakuan 5000 ppm yang memiliki bobot yang paling berat. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada perlakuan 5000 ppm, meskipun pada keadaan segar bobotnya lebih ringan dari pada 0 ppm, tetapi pada berat keringnya bobotnya melebihi perlakuan 0 ppm. Hal ini terjadi karena mentimun pada perlakuan 5000 ppm, mentimun tersebut pertumbuhannya lebih cepat dan memiliki isi yang lebih dari pada perlakuan 0 ppm, karena memperoleh salinitas yang lebih dari pada yang perlakuan 0 ppm. Pada dasarnya tanaman mentimun merupakan tanaman yang tidak toleran terhadap salinitas (glikofit).

Pada tanaman mentimun ini yang didapatkan hasil yang sama beragamnya dengan 2 tanaman sebelumnya. Dari data histogram diatas  hasil terpanjang pada salinitas 2500 ppm sebesar 12.64 cm, ke-2 pada salinitas 5000 ppm 12.40 cm , ke-3 pada salinitas 0 ppm 12  cm. Hal ini tidak sesuai dengan teori, yang seharusnya mempunyai panjang akar yang lebih optimal pada perlakuan 0 ppm, dan yang paling tidak optimal pada perlakuan 5000 ppm, sebab tanaman mentimun termasuk tanaman yang rentan terhadap kadar garam yang tinggi karena tanaman ini termasuk tanaman glikofit. Ketidaksesuaian dengan teori ini disebabkan oleh tidak hati-hatinya dalam pemanenan, sehingga akar-akarnya banyak yang terputus.

VI.   KESIMPULAN
1.        Dampak salinitas tanah terhadap pertumbuhan tanaman menghambat perkecambahan benih, kulaitas hasil produksi dan merusak jaringan tanaman.
2.        Tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda adalah berbeda pada tiap tanaman yaitu tergantung pada jenis tanaman, misalnya tanaman padi yang toleran terhadap salinitas (halofit), kacang tunggak yang bias juga dikatakan bias toleran terhadap salinitas tinggi/rendah, dan tanaman timun yang rentan terhadap salinitas (glikofit).

DAFTAR PUSTAKA
Arkin, G.F. 1981. Modifying the Root Environment to Reduce Crop Stress. Department of Agronomi, USA.
Daubenmire, R.F. 1982. Plant and Environment. John Willey Sons, Canada.
Irianto, Eko W. dan B. Machbub. 2004. Pengaruh multiparameter kualitas air terhadap parameter indicator oksigen terlarut dan daya hantar listrik. Jurnal Lingkungan Perairan 54 : 18 -24
Jamil, M. 2006. Effect of salt stresson germination and early seedling growth of four vegetable species. Journal Central Europe Agriculture 7 : 273-282.
Keany and L. John. 1985. Soil and Plant Interaction with Salinity. Agriculture Experiment Station University of California, California.
Khorsidi, M.B. 2009. Salinity effect on nutriens accumulation in alfalfa shoots in hydroponic condition. Journal of Food, Agriculture and Environment 7 : 787-790.
Kurniasih, B., D. Indradewa dan Melasari. 2002. Hasil dan sifat perakaran varietas padi gogo pada beberapa tingkat salinitas. Jurnal Ilmu Pertanian 9: 1 – 10.
Osmand. 1987. Ecology 2nd Edition: Individual, Populations & Communities. Boston Oxford, London.
Shamin, A.H., and T. Akae. 2009. Desanization of saline soils amed at environmentally sustainable agriculture : A new thought. Journal of American science 5 : 197-198.
Staples, R. C and G. H. Toeniesen . 1984. Salinity Tolerance in Plants Stategnes For Crop Improvmen. A wiley – Interscience Publication . John Wiley and Sons, New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar